Jumat, 27 Desember 2013

Penyakit Malaria



PENYAKIT MENULAR
(ETIOLOGI, PENULARAN, DIAGNOSIS, PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, GAMBARAN EPIDEMIOLOGI)



PENYAKIT MALARIA
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah.
a.         Etiologi
Penyebab malaria adalah dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde Coccdiiae penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat plasmodium, yaitu:
1)      Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika.
2)      Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
3)      Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
4)      Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.
b.        Cara Penularan
1)      Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.
2)      Penularan yang tidak alamiah
a)      Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b)      Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
c)      Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).
c.         Diagnosa
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium) di dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara garis besar pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibody spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold standard) pemeriksaan laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium di dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini adalah demam tifoid, demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya.
d.        Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
1)        Primer
a)      Tindakan terhadap manusia
-     Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
-     Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
-     Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
-     Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.
b)      Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.
c)      Tindakan terhadap vektor
-     Pengendalian secara mekanis. Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
-     Pengendalian secara biologis. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu memeberantas serangga.
-     Pengendalian secara kimiawi. Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat
2)        Sekunder
a)      Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
b)      Diagnosa dini
-          Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa:
·      Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)
·      Anemia
·      Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)
-          Pemeriksaan Laboratorium
·      Pemeriksaan mikroskopis
·      Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
-          Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.
c)      Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup.
3)        Tersier
a)      Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:
-          Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin.
-          Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.
-          Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital.
b)      Rehabilitasi mental/psikologis
Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.
Upaya penanggulangan penyakit malaria dapat dilakukan dengan cara memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang paling lemah. Mata rantai tersebut adalah penderita dan nyamuk malaria. Seluruh penderita yang memiliki tanda-tanda malaria diberi pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan mencegah penularan selama 10 hari. Bagi penderita yang dinyatakan positif menderita malaria setelah diuji di laboratorium, akan diberi pengobatan secara sempurna. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis malaria seperti para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.
e.         Gambaran Epidemiologi
1)      Distribusi Frekuensi
a)      Orang
Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa. Penelitian Yulius (2007) dengan desain  case series  di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%). Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di Kabupaten Jepara Jawa Tengah, diperoleh  bahwa dari 145 kasus malaria yang diteliti, 44% berasal dari pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada PNS/TNI/POLRI. Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol,  kasus malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin laki-laki (58,8%), perempuan 41,2% (56 orang).
b)      Tempat
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS  (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di  atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik. Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila kesakitannya yang disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama beberapa tahun berturut-turut. Berdasarkan hasil  Spleen Rate (SR), yaitu persentase penduduk yang limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada kelompok umur 2-9 tahun.
Suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas:
-            Hipoendemik SR < 10%
-            Mesoendemik SR 11-50%
-            Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)
-            Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).
Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi:
-            Low Malaria Incidenc e, AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk
-            Medium, AMI 10- 50 kasus per 1.000 penduduk
-            High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk
Penelitian Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden,  yang positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai tempat tinggal dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9 %) responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m. Digunakan jarak 200 m  adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum nyamuk.
c)      Waktu
Menurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006), di Propinsi Sumatera Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun (selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking ke-7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data laporan bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 ‰ tahun 2003 meningkat menjadi 14,3 ‰ tahun 2004 dan 25,4 ‰ tahun 2005
2)      Determinan
Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki: Host (umumnya manusia), Agent  (penyebab penyakit) dan Environment (lingkungan).
a)      Faktor Host
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dancnyamuk anopheles betina sebagai  host definitive  (tempat siklus seksual parasit berlangsung).
-            Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun- tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh pada manusia ialah:
·           Kekebalan/Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefini sikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit. Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di daerah endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada yang tidak di daerah endemis (mean=0.12%). Faktor imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan pada penduduk di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Hal ini mungkin di karenakan pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit.
·           Umur dan Jenis Kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain- lain. Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa wisa tawan penderita malaria kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah  pria dan anak-anak umur <1-6 tahun  dibandingkan dengan wisatawan yang tidak menderita malaria dengan nilai OR 1,7 (95% CI:1,3–2,3) dan OR 4,8 (95% CI:1,5–14,8).
·           Status Gizi
Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho dalam Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak malnutrisi. Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitian kohort, diketahui bahwa insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anak-anak yang menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,51–0,99). Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria  berat, karena menghambat pertumbuhan parasit. Penelitian dengan desain kasus kontrol oleh Siswanto dan Sidia di RSU Sumbawa tahun 1997 tentang gambaran klinik penderita malaria yang dirawat di bagian anak RSU Sumbawa, dari 106 penderita, 66% termasuk kategori gizi baik. Dari 24 penderita malaria berat, 70,8% termasuk gizi baik, 25,0% gizi kurang dan 4,2% termasuk gizi buruk.
-            Nyamuk ( Host Definitive)
Penelitian Friaraiyatini, dkk tahun 2005, spesies nyamuk yang diidentifikasi berperan dalam penularan malaria di Kabupaten Barito Selatan adalah Anopheles latifer  (56,9 %) mulai menggigit manusia mulai jam 18.00, Anopheles maculatus (32,8 %) mulai menggigit manusia mulai jam 19.00, dan  Anopheles balabacensis (10,3 %) mulai menggigit manusia jam 20.00 waktu setempat. Puncak aktivitas gigitan nyamuk terjadi pada jam 22.00 waktu setempat.
·           Perilaku nyamuk
Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat (di luar atau dalam rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah), objek yang digigit (manusia atau manusia). Nyamuk anopheles hanya mengigit satu orang setiap kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk aedes yang bisa menggigit banyak orang saat mengisap darah.
·           Umur nyamuk (longevity)
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5 hingga 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.
·           Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit
Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri. Perut bisa meletus dan mati karenanya.
·           Frekuensi menggigit manusia
Semakin sering seekor nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar ludahnya, semakin besar kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor penular penyakit malaria.
·           Siklus gonotrofik
Waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).
b)      Faktor Agent
Penyebab penyakit malaria adalah genus  plasmodia  family  plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
-            Plasmodium vivax
-            Plasmodium malariae
-            Plasmodium ovale
-            Plasmodium falciparum.
Penelitian Yasinzai dan Kakarsulemankhel tahun 2004- 2006 di Barkhan dan Kohlu Pakistan dari 3340 kasus suspek malaria, 1095 (32.78%) ditemukan positif parasit malaria pada sediaan darah. Dari kasus positif, 579 (52.87%) didentifikasi sebagai infeksi P. Falciparum dan 516 (47.12%) kasus P. vivax. Tidak ditemukan kasus infeksi   P. malariae   dan  P. ovale.
c)      Faktor Environment
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa- rawa di sekitar lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan dengan responden yang tidak menderita malaria. Penelitian Sunarsih, dkk dengan desain kasus kontrol tahun 2004-2007 di wilayah Puskesmas Pangkalbalam  Kota Pangkalpinang , faktor lingkungan yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian malaria adalah keberadaan genangan air di sekitar rumah dengan OR 3,267 (95% CI:1,600–6,671). Kuatnya asosiasi ini diduku ng hasil uji multivariat dengan nilai OR 3,445 (95% CI:1,550–7,661). Artinya, responden yang menderita malaria kemungkinan 3,445 kali memiliki genangan air di sekitar rumah dibandingkan yang tidak menderita malaria. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
-            Lingkungan fisik meliputi:
·           Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik.
·           Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.
·           Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiakan anopheles.
·           Angin, jarak terbang nyamuk dapat diperpendek arau diperpanjang tergantung kepada arah angin.
·           Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
·           Arus air, An. Barbirostris menyukai tempat perindukan denga air yang statsi atau mengalir sedikit, sedangkan An. minimus  menyukai aliran air cukup deras.
-            Lingkungan kimiawi, dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan.
-            Lingkungan biologik, tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain.
-            Lingkungan sosial budaya, kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat di luar rumah) dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk, penggunaan kelambu,  kawat kasa dan repellent akan mempengaruhi angka kesakitan malaria dan pembukaan lahan dapat menimbulkan tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made breeding places).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar