PENYAKIT
MENULAR
(ETIOLOGI,
PENULARAN, DIAGNOSIS, PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, GAMBARAN EPIDEMIOLOGI)
PENYAKIT MALARIA
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
bernama Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi
parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang
biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah.
a.
Etiologi
Penyebab malaria adalah dari genus
plasmodium famili plasmodiidae dari orde Coccdiiae penyebab malaria di
Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat plasmodium, yaitu:
1)
Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria
tropika.
2)
Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
3)
Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria
kuartana.
4)
Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai
umumnya banyak di Afrika.
b.
Cara
Penularan
1) Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui
gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit orang sakit
malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di
dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian
nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan
ke orang lain.
2) Penularan yang tidak alamiah
a) Malaria
bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru
dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan pada
sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang
dikandungnya.
b) Secara
mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi
darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi
pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
c) Secara oral
(melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan
pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan
monyet (P.Knowlesi).
c.
Diagnosa
Sebagaimana penyakit
pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk
anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium) di dalam
darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan menyerupai
penyakit infeksi lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan para
klinisi untuk mendiagnosis malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi
klinis saja, untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang
diagnosis sedini mungkin. Secara garis besar pemeriksaan laboratorium malaria
digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji
imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibody spesifik
terhadap Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold standard)
pemeriksaan laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan
parasit Plasmodium di dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai
pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau
ditujukan untuk survey epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat
dilakukan. Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini adalah demam tifoid,
demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya.
d.
Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan
1)
Primer
a) Tindakan terhadap manusia
- Edukasi adalah faktor terpenting
pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas
yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan
tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting
pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan
tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
- Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini,
dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
- Proteksi pribadi, seseorang seharusnya
menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur
menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk
mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
- Modifikasi perilaku berupa mengurangi
aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles
umumnya mengigit.
b) Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan
nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat
menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan,
yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk
infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan sebagai
kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia),
doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk
pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.
c) Tindakan terhadap vektor
- Pengendalian secara mekanis. Dengan cara
ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan, misalnya dengan
mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam
pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya
memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
- Pengendalian secara biologis. Pengendalian
secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat
parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa
serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk
terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk
jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini
sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme
yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah
satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk
golongan cacing nematode yang mampu memeberantas serangga.
- Pengendalian secara kimiawi. Pengendalaian secara kimiawi adalah
pengendalian serangga mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai
jenis bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi
secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang
pesat
2)
Sekunder
a) Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui
skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan
pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid
Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan
pelaporan kunjungan kasus malaria.
b) Diagnosa dini
-
Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan
anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil,
berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri
otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat
sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat
transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan fisik berupa:
· Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)
· Anemia
· Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)
-
Pemeriksaan Laboratorium
· Pemeriksaan mikroskopis
· Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff),
dan pemeriksaan lainnya.
c) Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda dengan penyakit-penyakit
yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk
menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat
berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup.
3)
Tersier
a) Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
Kematian pada
malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P.
falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan
kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme.
Prinsip penanganan malaria berat:
-
Pemberian obat
malaria yang efektif sedini mungkin.
-
Penanganan
kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan
ventilator pada gagal napas.
-
Tindakan
suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah
memburuknya fungsi organ vital.
b)
Rehabilitasi
mental/psikologis
Pemulihan kondisi penderita
malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam
pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang
memerlukan pelayanan tingkat lanjut.
Upaya penanggulangan
penyakit malaria dapat dilakukan dengan cara memutus rantai penularan dengan
memilih mata rantai yang paling lemah. Mata rantai tersebut adalah penderita
dan nyamuk malaria. Seluruh penderita yang memiliki tanda-tanda malaria diberi
pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan
mencegah penularan selama 10 hari. Bagi penderita yang dinyatakan positif
menderita malaria setelah diuji di laboratorium, akan diberi pengobatan secara
sempurna. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis malaria seperti
para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.
e.
Gambaran
Epidemiologi
1) Distribusi
Frekuensi
a) Orang
Di Indonesia, malaria
merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena penyakit ini endemik di
sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar Jawa dan Bali. Epidemi
malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian yang
lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa. Penelitian
Yulius (2007) dengan desain case
series di Kabupaten Bintan Kepulauan
Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki
dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44
tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%). Penelitian Yoga
dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di Kabupaten Jepara Jawa Tengah,
diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria
yang diteliti, 44% berasal dari pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada
PNS/TNI/POLRI. Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus
kontrol, kasus malaria di wilayah Puskesmas
Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita responden berumur 21-25 tahun
(17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara keseluruhan fenomena tersebut
menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80
orang mempunyai jenis kelamin laki-laki (58,8%), perempuan 41,2% (56 orang).
b) Tempat
Batas dari penyebaran
malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS
(Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah
permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax
mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim
dingin, subtropik sampai kedaerah tropik. Malaria di suatu daerah dikatakan
endemik apabila kesakitannya yang disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih
konstan selama beberapa tahun berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase penduduk
yang limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada kelompok umur
2-9 tahun.
Suatu daerah dapat
diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas:
-
Hipoendemik SR < 10%
-
Mesoendemik SR 11-50%
-
Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa
tinggi > 25 %)
-
Holoendemik SR >75 % (SR dewasa
rendah).
Berdasarkan
AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi:
-
Low Malaria Incidenc e, AMI < 10
kasus per 1.000 penduduk
-
Medium, AMI 10- 50 kasus per 1.000
penduduk
-
High, AMI > 50 kasus per 1.000
penduduk
Penelitian
Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten
Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden,
yang positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai
tempat tinggal dengan jarak kurang dari 200 m dari
hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9 %) responden yang mempunyai tempat
tinggal yang berjarak lebih dari 200 m. Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang
maksimum nyamuk.
c) Waktu
Menurut data Profil
Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006), di Propinsi Sumatera Utara
terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun (selama tahun
1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking ke-7 dari 10
penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data laporan bulanan
malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Annual
Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 ‰ tahun
2003 meningkat menjadi 14,3 ‰ tahun 2004 dan 25,4 ‰ tahun 2005
2) Determinan
Dalam epidemiologi
selalu ada 3 faktor yang diselidiki: Host (umumnya manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment
(lingkungan).
a) Faktor
Host
Penyakit malaria
mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia sebagai host
intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dancnyamuk anopheles
betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit berlangsung).
-
Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Setiap orang
rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang mempunyai galur genetika
spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan
pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan nyamuk
anopheles berlangsung bertahun- tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh pada
manusia ialah:
·
Kekebalan/Imunitas
Kekebalan pada penyakit
malaria dapat didefini sikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan
plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam
kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan
alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat
ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau
vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan antibodi
dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.
Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di daerah
endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada yang
tidak di daerah endemis (mean=0.12%). Faktor imunitas berperan penting
menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan pada penduduk di daerah
endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun
asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah
mengalami malaria berat. Hal ini mungkin di karenakan pada individu di daerah
endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang dapat membunuh parasit
atau menetralkan toksin parasit.
·
Umur dan Jenis Kelamin
Perbedaan angka
kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai kelompok umur
sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan,
perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain- lain. Penelitian Askling, dkk
tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian kasus kontrol menunjukkan
bahwa wisa tawan penderita malaria kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah pria dan anak-anak umur <1-6 tahun dibandingkan dengan wisatawan yang tidak
menderita malaria dengan nilai OR 1,7 (95% CI:1,3–2,3) dan OR 4,8 (95%
CI:1,5–14,8).
·
Status Gizi
Faktor nutrisi mungkin
berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho dalam Harijanto, dkk (2009),
malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak malnutrisi. Penelitian
Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitian kohort, diketahui bahwa
insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anak-anak yang
menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,51–0,99).
Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin mempunyai
efek protektif terhadap malaria berat,
karena menghambat pertumbuhan parasit. Penelitian dengan desain kasus kontrol
oleh Siswanto dan Sidia di RSU Sumbawa tahun 1997 tentang gambaran klinik
penderita malaria yang dirawat di bagian anak RSU Sumbawa, dari 106 penderita,
66% termasuk kategori gizi baik. Dari 24 penderita malaria berat, 70,8%
termasuk gizi baik, 25,0% gizi kurang dan 4,2% termasuk gizi buruk.
-
Nyamuk ( Host Definitive)
Penelitian
Friaraiyatini, dkk tahun 2005, spesies nyamuk yang diidentifikasi berperan
dalam penularan malaria di Kabupaten Barito Selatan adalah Anopheles
latifer (56,9 %) mulai menggigit manusia
mulai jam 18.00, Anopheles maculatus (32,8 %) mulai menggigit manusia mulai jam
19.00, dan Anopheles balabacensis (10,3
%) mulai menggigit manusia jam 20.00 waktu setempat. Puncak aktivitas gigitan
nyamuk terjadi pada jam 22.00 waktu setempat.
·
Perilaku nyamuk
Beberapa perilaku
nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat (di luar atau dalam
rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah), objek yang digigit
(manusia atau manusia). Nyamuk anopheles hanya mengigit satu orang setiap kali
mengisap darah, berbeda dengan nyamuk aedes yang bisa menggigit banyak orang
saat mengisap darah.
·
Umur nyamuk (longevity)
Diperlukan waktu untuk
perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk menjadi sporozoit yakni bentuk
parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek
dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5
hingga 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi
vektor.
·
Kerentanan nyamuk terhadap infeksi
gametosit
Nyamuk yang terlalu
banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk itu
sendiri. Perut bisa meletus dan mati karenanya.
·
Frekuensi menggigit manusia
Semakin sering seekor
nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar ludahnya, semakin besar
kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor penular penyakit malaria.
·
Siklus gonotrofik
Waktu yang diperlukan
untuk matangnya telur sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit
nyamuk pada objek yang digigit (manusia).
b) Faktor
Agent
Penyebab penyakit
malaria adalah genus plasmodia family
plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal
4 macam parasit malaria yaitu:
-
Plasmodium vivax
-
Plasmodium malariae
-
Plasmodium ovale
-
Plasmodium falciparum.
Penelitian
Yasinzai dan Kakarsulemankhel tahun 2004- 2006 di Barkhan dan Kohlu Pakistan
dari 3340 kasus suspek malaria, 1095 (32.78%) ditemukan positif parasit malaria
pada sediaan darah. Dari kasus positif, 579 (52.87%) didentifikasi sebagai
infeksi P. Falciparum dan 516 (47.12%) kasus P. vivax. Tidak ditemukan kasus
infeksi P. malariae dan
P. ovale.
c) Faktor
Environment
Penelitian Suwito, dkk,
tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung dengan desain penelitian kasus
kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa- rawa di sekitar lingkungan rumah juga
merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis diperoleh nilai OR 2,6
(95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita malaria 2,6 kali
kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan dengan
responden yang tidak menderita malaria. Penelitian Sunarsih, dkk dengan desain
kasus kontrol tahun 2004-2007 di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang , faktor lingkungan yang
mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian malaria adalah keberadaan genangan
air di sekitar rumah dengan OR 3,267 (95% CI:1,600–6,671). Kuatnya asosiasi ini
diduku ng hasil uji multivariat dengan nilai OR 3,445 (95% CI:1,550–7,661).
Artinya, responden yang menderita malaria kemungkinan 3,445 kali memiliki
genangan air di sekitar rumah dibandingkan yang tidak menderita malaria. Faktor
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada,
lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan
biologik dan lingkungan sosial budaya.
-
Lingkungan fisik meliputi:
·
Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang
pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu
(sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik.
·
Kelembaban udara, kelembaban yang rendah
memperpendek umur nyamuk.
·
Hujan, hujan yang diselingi oleh panas
akan memperbesar kemungkinan berkembangbiakan anopheles.
·
Angin, jarak terbang nyamuk dapat
diperpendek arau diperpanjang tergantung kepada arah angin.
·
Sinar matahari, pengaruh sinar matahari
terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
·
Arus air, An. Barbirostris menyukai tempat
perindukan denga air yang statsi atau mengalir sedikit, sedangkan An.
minimus menyukai aliran air cukup deras.
-
Lingkungan kimiawi, dari lingkungan ini
yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan.
-
Lingkungan biologik, tumbuhan bakau,
lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
melindungi dari serangan makhluk hidup lain.
-
Lingkungan sosial budaya, kebiasaan
untuk berada di luar rumah sampai larut malam, di mana vektornya lebih bersifat
eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat di luar rumah) dan eksofagik (lebih
suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk,
penggunaan kelambu, kawat kasa dan
repellent akan mempengaruhi angka kesakitan malaria dan pembukaan lahan dapat
menimbulkan tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made breeding places).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar