Jumat, 27 Desember 2013

Penyakit Polio



PENYAKIT MENULAR
(ETIOLOGI, PENULARAN, DIAGNOSIS, PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, GAMBARAN EPIDEMIOLOGI)



PENYAKIT POLIO
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus.
a.         Etiologi
Penyebab penyakit polio adalah poliovirus (PV). Virus ini masuk melalui mulut dan hidung, kemudian berkembangbiak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
b.        Cara Penularan
Infeksi terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar bahan infektif yang mengandung virus polio. Manusia penderita merupakan satu-satunya sumber penularan bagi orang lain, terutama karier polio yang sulit dideteksi yang dapat menularkan virus melalui kontak langsung.
c.         Diagnosa
Penyakit polio dapat di diagnosa dengan 3 cara yaitu:
1)        Viral Isolation. Poliovirus dapat di deteksi dari faring pada seseorang yang di duga terkena penyakit polio. Pengisolasian virus di ambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnositik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat. Jika polio virus terisolasi dari seorang dengan kelumpuhan yang akut, orang tersebut harus di uji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau pemetaan gonomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.
2)        Uji serology. Uji serology di lakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah di temukan zat anti body polio maka di diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut sakit.
3)        Cerebrospinal Fluid (CSF). CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml (Paul,2004)
d.        Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
1)        Primer
Pencegahan primer pada penyakit polio yaitu:
a)        Melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh
b)        Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997. Pemberian imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun, dan usia 15 tahun.
c)        Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
d)       Melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
2)        Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan  segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut “skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya mengalami penyakit dari orang-orang yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimaksudkan sebagai diagnostik. Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan dirujuk ke dokter untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan (Last, 2001). Pencegahan sekunder pada penyakit polio sampai sekarang belum ditemukan cara atau metode yang paling tepat. Sedangkan penggunaan vaksin yang ada hanya untuk mencegah dan mengurangi rasa sakit pada penderita.
3)        Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai  akibat  penyakit  yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien.  Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya (misalnya, fisioterapis). Pencegahan tersier pada penyakit polio dilakukan dengan beristirahat dan menempatkan pasien ke tempat tidur, memungkinkan anggota badan yang terkena harus benar-benar nyaman. Jika organ pernapasan terkena, alat pernapasan terapi fisik mungkin diperlukan. Jika kelumpuhan atau kelemahan berhubung pernapasan diperlukan perawatan intensif.
Upaya penanggulangannya yaitu dengan cara mopping-up yaitu vaksinasi masal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
e.         Gambaran Epidemiologi
1)        Distribusi
a)        Menurut Orang
Polio masih merupakan penyakit yang menyerang bayi dan anak-anak. 70-80 % penderita polio berusia dibawah 3 tahun, dan 80-90 % berusia dibawah 5 tahun. Mereka yang mempunyai resiko tinggi tertulari adalah kelompok rentan seperti kelompok-kelompok yang menolak imunisasi, kelompok minoritas, para migran musiman, anak-anak yang tidak terdaftar, kaum nomaden, pengungsi dan masyarakat miskin Perkotaan.
b)        Menurut waktu
Virus ini dapat hidup di wilayah tropis dan ditemukan sepanjang tahun. Di daerah yang beriklim sedang, virus ini dapat dideteksi pada musim hujan. Penyakit polio umumnya terjadi pada musim tertentu dari musim hujan ke musim panas dan sebaliknya. Di daerah endemis kasus polio muncul secara sporadis ataupun dalam bentuk KLB. Jurnlah penderita meningkat pada akhir musim panas dan pada saat musim gugur di daerah beriklim dingin.
c)        Menurut tempat
Penyakit ini biasanya muncul di daerah-daerah yang memiliki sanitasi jelek, lingkungan yang tercemar oleh tinja, keadaan daerah yang kekurangan akan air  bersih, dan daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.
2)        Frekuensi
Frekuensi penyakit polio di Indonensia berdasarkan data hasil surveilens yaitu:
a)        Tahun 2005 tercatat 303 kasus polio liar. Di Jawa kasus ditemukan di Kec. Cidahu, Kab. Sukabumi, kemudian menyebar cepat ke 4 provinsi lain yaitu Banten (147 kasus), Jawa Tengah (2 kasus), DKI Jakarta (3 kasus), Lampung (10 kasus), dan Jawa barat sendiri (57 kasus).
b)        Tahun 2006 tercatat 2 kasus polio liar. Kaksus terkhir terjadi di Bondiwoso (Jawa Timur) tercatat 1 kasus. Dan Kab. Aceh tenggara tercatat 1 kasus.
c)        1 dari 200 orang yang terjangkiti polio mengalami kelumpuhan permanent. Diantara yang lumpuh ini, 5-10 % meninggal dunia ketika otot-otot pernafasannya dilumpuhkan virus polio.
d)       Insiden polio berkisar 4-8/100.000 penduduk.
e)        Paralytic rate pada golongan 0-14 tahun : 2-3/1.000 penduduk.
3)        Determinan
a)        Host
Virus polio dapat menyerang semua golongan usia dengan tingkat kelumpuhan yang bervariasi. Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang peling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun.
b)        Agent
Polio disebabkan oleh virus. Virus polio termasuk genus enterovirus. Terdapat tiga tipe yaitu tipe 1,2, dan 3. Ketiga virus tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah di isolasi, diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2 paling jarang diisolasi. Tipe yang sering menyebabkan wabah adalah tipe 1, sedangkan kasus yang dihubungkan dengan vaksin yang disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3.
c)        Environment/ Lingkungan
Anak yang tinggal di daerah kumuh mempunyai antibodi terhadap ketiga tipe virus polio. Sedangkan anak yang tinggal di daerah yang tidak kumuh  hanya 53% anak yang mempunyai antibodi terhadap ketiga virus polio. Dapat disimpulkan bahwa anak yang tinggal di daerah kumuh "Herd Immunity"nya lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah yang tidak kumuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar