PENYAKIT
MENULAR
(ETIOLOGI,
PENULARAN, DIAGNOSIS, PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, GAMBARAN EPIDEMIOLOGI)
PENYAKIT
TETANUS
Tetanus
adalah penyakit kekakuan otot (spasme) yang disebabkan oleh exotoxin
(tetanospasmin) dari organisme penyebab penyakit tetanus dan bukan oleh karena
organismenya itu sendiri. Uraian tentang penyakit tetanus adalah sebagai
berikut :
a.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh kuman
Clostridium tetani. Kuman gram positif berbentuk batang dengan spora pada sisi
ujungnya sehingga mirip pemukul genderang (drumstick). Bakteri tetanus bersifat
obligat anaerob yaitu bentuk vegetatif pada lingkungan tanpa oksigen dimana
kuman rentan pada panas dan desinfektan.
b.
Cara
Penularan
Tetanus masuk kedalam tubuh manusia
biasanya melalui luka yang dalam dimana suasananya adalah anaerob (tanpa
oksigen) sebagai akibat dari Kecelakaan, Luka tusuk, Luka operasi, Karies gigi,
Radang telinga tengah, Pemotongan tali pusat dll.
c.
Diagnosis
Masa
inkubasinya yaitu 2-21 hari, jadi diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu dengan
melakukan:
1)
Melihat keluhan pokoknya yaitu berupa
sebelumnya ada riwayat luka,
kejang-kejang, sulit membuka mulut dll.
2)
Melihat tanda-tanda penting antara lain
tingkat kesadaran, berbagai manifestasi kejang (kaku kuduk, dinding perut
kejang, tungkai mengalami ekstensi, lengan kaku, tangan mengepal, serangan
mudah dicetuskan oleh rangsang ringan sentuhan).
3)
Pemeriksaan laboratorium
4)
Pemeriksaan khusus
d.
Upaya
pencegahan dan Penanggulangan
1)
Primer
Melakukan Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan
agar anak membentuk kekebalan secara aktif. Sehingga vaksinasi dasar diberikan
bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan.
Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun
serta selanjutnya setiap 5 tahun bersama toksoid difteria (tanpa vaksin
pertusis) serta Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat
imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian
diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.
2)
Sekunder
Pencegahan
primer yang dapat dilakukan yaitu pemberian anti tetanus serum (ATS)
dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif, sehingga
mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi atau bila terjadi
tetanus gejalanya ringan.
3)
Tersier
Pencegahan
tersier dapat dilakukan dengan cara merawat luka secara adekuat agar luka tidak
bertambah parah sehingga mengurangi kecacatan serta selalu
berhati-hati terhadap benda tajam, khususnya anak-anak. Misalnya, ketika sedang
berjalan, usahakan untuk menggunakan sepatu agar tidak tertusuk paku atau
jarum. Jika tusukan menimbulkan luka, harus secepatnya dibersihkan dengan
sabun, air, dan mencari bantuan obat. Orang yang hidup diarea perternakan kuda,
cenderung menderita Tetanus. Akibat berada di lingkungan yang banyak tanahnya.
Upaya
penanggulangan dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, selalu mengikuti
program imunisasi yang telah diselenggarakan pemerintah karena itu semua demi
kepentingan masyarakat itu sendiri, pemerintah dan petugas kesehatan melakukan
sosialisasi atau penyuluhan tentang pentingnya imunisasi kepada masyarakat,
sehingga masyarakat dapat tahu betapa pentingnya imunisasi bagi kesehatan
anak-anak mereka.
e.
Gambaran
Epidemiologi
1) Distribusi
Frekuensi
a) Menurut
Orang
Tetanus
secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua kehidupan bayi
dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force,
1997), serta dapat membawa kematian pada 70-90% kasus. Tetanus merupakan salah
satu penyakit yang menjadi penyebab kematian bayi baru lahir di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh spora Clostridium
tetani ini menyebabkan 9,5% kematian pada periode neonatal. CFR tetanus
neonatorum juga mengalami peningkatan dari 39% pada tahun 2006 menjadi 54,6%
tahun 2008.
b) Menurut
Waktu
Tetanus
neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua
kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke
delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70-90% kasus.
Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini amat
lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50% (Force, 1984). Pada
tahun 2008, masih ditemukan adanya KLB di beberapa daerah di Indonesia. Tetanus
merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian bayi baru lahir di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh
spora Clostridium tetani ini menyebabkan 9,5% kematian pada periode neonatal.
CFR tetanus neonatorum juga mengalami peningkatan dari 39% pada tahun 2006
menjadi 54,6% tahun 2008.
c) Menurut
Tempat
Berdasarkan hasil survey yang
dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pada tahun
1978-1982 menekankan bahwa penyakit tetanus banyak dijumpai di daerah pedesaan
negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian
neonatal akibat penyakit tetanus yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan
CFR akan mendekati 100% terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang
dari 7 hari (Depkes RI, 1993).
2) Determinan
penyakit
a) Host
Host penyakit tetanus adalah manusia
dan hewan, khususnya hewan vertebrata, seperti kucing, anjing, dan kambing.
b) Agent
Tetanus disebabkan oleh infeksi
bakteri Clostridium tetani. Clostridium tetani merupakan bakteri berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5
mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah
yang tercemar tinja manusia dan binatang, seperti kotoran kuda, domba, sapi,
anjing, kucing, tikus, dan babi. Clostridium
tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu
tetanospamin dan tetanolisin. Tetanospamin-lah yang dapat menyebabkan
penyakit tetanus, sedangkan untuk tetanolisin belum diketahui dengan jelas
fungsinya.
c) Environment
Tetanus merupakan penyakit infeksi yang prevalensi dan angka
kematiannya masih tinggi. Tetanus terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah
tropis, daerah dengan cakupan imunisasi DPT (Diphtheria, Pertussis and Tetanus) yang rendah dan di daerah peternakan. Tetanus merupakan
infeksi berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Clostridium tetani. Bakteri
ini ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang. Karena itulah, daerah
peternakan merupakan daerah yang rentan untuk terjadinya kasus tetanus.
PENYAKIT TBC
Tuberkulosis, MTB, atau TB
(singkatan dari bacillus berbentuk
tuberkel) merupakan penyakit menular yang
umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium
tuberculosis.
a.
Etiologi
Penyebab utama penyakit
TB adalah Mycobacterium tuberculosis,
yaitu sejenis basil aerobik kecil yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik
patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya.
Sel-selnya membelah setiap 16–20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat
bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang
dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid.
b.
Cara
Penularan
Ketika seseorang yang
mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah, mereka
sedang menyemprotkan titis-titis aerosol infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5
µm. Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis. Tiap
titis bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini
sangat rendah. (Seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa
langsung terinfeksi). Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam
frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan penderita TB, beresiko tinggi
ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi sekitar 22%.
c.
Diagnosa
1)
Tuberkulosis
Aktif
Sangat sulit
mendiagnosis Tuberkulosis aktif hanya berdasarkan tanda-tanda dan gejala saja.
Sulit juga mendiagnosis penyakit ini pada orang-orang dengan imunosupresi.
Meski demikian, orang-orang yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka memiliki
penyakit paru-paru atau gejala konstitusional yang berlangsung lebih dari dua
minggu maka bisa jadi orang tersebut tertular TB. Gambar sinar X dada dan
pembuatan beberapa kultur sputum untuk basil tahan asam biasanya menjadi salah
satu bagian evaluasi awal. Uji pelepasan interferon-γ (IGRAs) dan tes kulit
tuberkulin tidak optimal diterapkan di dunia berkembang. IGRA memiliki
kelemahan yang serupa bila diterapkan pada penderita HIV. Diagnosis yang tepat
untuk TB dilakukan ketika bakteri “M. tuberculosis” ditemukan dalam sampel
klinis (misalnya, dahak, nanah, atau biopsi jaringan). Namun, proses kultur
organisme yang lambat pertumbuhannya ini membutuhkan waktu dua hingga enam
minggu untuk kultur darah dan dahak saja. Oleh karena itu, pengobatan
seringkali dilakukan sebelum hasil kultur selesai. Tes amplifikasi
asam nukleat dan uji adenosin deaminase dapat lebih cepat mendiagnosis TB.
Meski demikian, tes ini tidak direkomendasikan secara rutin karena jarang
sekali merubah cara pengobatan penderita. Tes darah untuk mendeteksi antibodi
tidak begitu spesifik atau sensitif, sehingga tes ini juga tidak
direkomendasikan.
2)
Tuberkulosis
laten
Tes kulit tuberkulin
Mantoux sering digunakan sebagai penapisan bagi seseorang dengan resiko TB
tinggi. Orang yang pernah diimunisasi sebelumnya dapat memberikan hasil tes
positif yang palsu. Hasil tes dapat memberikan negatif palsu pada orang yang
menderita sarkoidosis, Limfoma Hodgkin, dan malnutrisi. Yang terpenting, hasil
tes dapat negatif palsu pada orang yang menderita tuberkulosis aktif. Interferon
gamma release assays (IGRAs) untuk sampel darah direkomendasikan pada orang
dengan hasil tes Mantoux positif. IGRAs tidak dipengaruhi oleh imunisasi
ataupun sebagian besar mikobakteri dari lingkungan, sehingga mereka memunculkan
hasil tes positif palsu yang lebih sedikit. Bagaimanapun mereka
dipengaruhi oleh “M. szulgai,” “M. marinum,” and “M. kansasii.” IGRAs dapat
meningkatkan sensitivitas bila digunakan sebagai tes tambahan selain tes kulit.
Tetapi IGRAs menjadi kurang sensitif dibandingkan tes kulit apabila digunakan
sendirian.
d.
Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan
1) Primer
Pencegahan Primer atau pencegahan
tingkat pertama yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang
dapat ditujukan pada host, agent dan lingkungan. Contohnya:
a)
Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent)
bertujuan mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu
mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin dengan melakukan isolasi pada
penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.
b)
Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada
penularan tuberkulosa seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan
menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar matahari dapat
masuk ke dalam rumah.
c)
Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan
status gizi individu, pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.
d)
Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal
serumah dengan bukan penderita karena bisa menyebabkan penularan.
e)
Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host)
tentang tuberkulosa definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit
tuberculosis paru seperti imunisasi BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.
2) Sekunder
Pencegahan Sekunder atau pencegahan
tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini dan pencegahan yang cepat untuk
mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut serta
mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan pada mereka
yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan
menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya:
a)
Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita
tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau
rifampizin.
b) Penemuan
kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa pemeriksaan
sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.
c) Diagnosa
dengan tes tuberculin
d) Anamnesa
baik terhadap pasien maupun keluarganya
e) Melakukan
foto thorax
f) Libatkan
keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa
3) Tersier
Pencegahan tersier atau pencegahan
tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau
kelainan permanent, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah
kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek fisik,
psikologis dan sosialnya.
a)
Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara
sistematis dan berjenjang.
b) Berikan
penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap pengobatan.
c) Kadang-kadang
perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian paru-paru untuk membuang
nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang belakang.
Upaya penanggulangan yaitu
memberantas sumber penularan penyakit baik dengan mengobati penderita atau
karier serta tingkatkan kewaspadaan dini untuk menemukan dan mengobati
penderita TBC baru yang tertulari oleh penderita yang tidak jelas, lakukan
penyelidikan intensif untuk menemukan dan mengobati sumber penularan.
e.
Gambaran
Epidemiologi
1)
Distribusi Frekuensi
a)
Menurut Orang
Semua manusia di dunia
ini dapat saja terinfeksi kuman TB, orang muda dan tua, laki dan perempuan,
kaya dan miskin dapat saja menderita penyakit Tuberkulosis. Tetapi pada masa
bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi. Namun
orang yang terinfeksi kuman TB akan manifes/menjadi sakit atau tidak sakit
tergantung dari daya tahan tubuh tersebut. Angka kematian dan kesakitan
penyakit TB pada tahun 2009 1,7 juta orang meninggal karena TB dan sepertiga
dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB
adalah usia produktif yaitu 15-55 tahun.
b)
Menurut Waktu dan Tempat
Lingkungan yang lembap,
gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang
terjangkit TBC. Morbiditas TBC lebih tinggi diantara
penduduk miskin dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan pedesaan.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja, dimana saja dan kapan saja tanpa
mengenal waktu, apabila kuman telah masuk kedalam tubuh maka pada saat itu
kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya penyakit TBC.
2) Determinan
a) Host
Umur
merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, paling luas pada masa remaja dan dewasa muda
sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada
wanita, puncak sedang pada usia lanjut.
Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC
sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosio ekonomi. Kebiasaan sosial
dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya
ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum,
tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga
berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer
memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
b) Agent
(Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik
alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu
yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya
tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan
problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen,
sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber
infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk
transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital
yang jarang terjadi.
c) Lingkungan
Distribusi
geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar
dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola
sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi
merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan
adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup
pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan
ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan
urbanisasi komunitas pedesaan. Pada lingkungan biologis dapat berwujud
kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah
berbahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar