Jumat, 27 Desember 2013

Penyakit Tetanus & Penyakit TBC



PENYAKIT MENULAR
(ETIOLOGI, PENULARAN, DIAGNOSIS, PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN, GAMBARAN EPIDEMIOLOGI)



PENYAKIT TETANUS
Tetanus adalah penyakit kekakuan otot (spasme) yang disebabkan oleh exotoxin (tetanospasmin) dari organisme penyebab penyakit tetanus dan bukan oleh karena organismenya itu sendiri. Uraian tentang penyakit tetanus adalah sebagai berikut :
a.         Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Kuman gram positif berbentuk batang dengan spora pada sisi ujungnya sehingga mirip pemukul genderang (drumstick). Bakteri tetanus bersifat obligat anaerob yaitu bentuk vegetatif pada lingkungan tanpa oksigen dimana kuman rentan pada panas dan desinfektan.
b.        Cara Penularan
Tetanus masuk kedalam tubuh manusia biasanya melalui luka yang dalam dimana suasananya adalah anaerob (tanpa oksigen) sebagai akibat dari Kecelakaan, Luka tusuk, Luka operasi, Karies gigi, Radang telinga tengah, Pemotongan tali pusat dll.
c.         Diagnosis
Masa inkubasinya yaitu 2-21 hari, jadi diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu dengan melakukan:
1)        Melihat keluhan pokoknya yaitu berupa sebelumnya ada riwayat luka,  kejang-kejang, sulit membuka mulut dll.
2)        Melihat tanda-tanda penting antara lain tingkat kesadaran, berbagai manifestasi kejang (kaku kuduk, dinding perut kejang, tungkai mengalami ekstensi, lengan kaku, tangan mengepal, serangan mudah dicetuskan oleh rangsang ringan sentuhan).
3)        Pemeriksaan laboratorium
4)        Pemeriksaan khusus
d.        Upaya pencegahan dan Penanggulangan
1)        Primer
Melakukan Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif. Sehingga vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis) serta Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.
2)        Sekunder
Pencegahan primer yang dapat dilakukan yaitu pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi atau bila terjadi tetanus gejalanya ringan.
3)        Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan cara merawat luka secara adekuat agar luka tidak bertambah parah sehingga mengurangi kecacatan serta selalu berhati-hati terhadap benda tajam, khususnya anak-anak. Misalnya, ketika sedang berjalan, usahakan untuk menggunakan sepatu agar tidak tertusuk paku atau jarum. Jika tusukan menimbulkan luka, harus secepatnya dibersihkan dengan sabun, air, dan mencari bantuan obat. Orang yang hidup diarea perternakan kuda, cenderung menderita Tetanus. Akibat berada di lingkungan yang banyak tanahnya.
Upaya penanggulangan dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, selalu mengikuti program imunisasi yang telah diselenggarakan pemerintah karena itu semua demi kepentingan masyarakat itu sendiri, pemerintah dan petugas kesehatan melakukan sosialisasi atau penyuluhan tentang pentingnya imunisasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat tahu betapa pentingnya imunisasi bagi kesehatan anak-anak mereka.
e.         Gambaran Epidemiologi
1)      Distribusi Frekuensi
a)      Menurut Orang
Tetanus secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70-90% kasus. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian bayi baru lahir di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh spora Clostridium tetani ini menyebabkan 9,5% kematian pada periode neonatal. CFR tetanus neonatorum juga mengalami peningkatan dari 39% pada tahun 2006 menjadi 54,6% tahun 2008.
b)      Menurut Waktu
Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70-90% kasus. Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50% (Force, 1984). Pada tahun 2008, masih ditemukan adanya KLB di beberapa daerah di Indonesia. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian bayi baru lahir di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh spora Clostridium tetani ini menyebabkan 9,5% kematian pada periode neonatal. CFR tetanus neonatorum juga mengalami peningkatan dari 39% pada tahun 2006 menjadi 54,6% tahun 2008.
c)      Menurut Tempat
Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pada tahun 1978-1982 menekankan bahwa penyakit tetanus banyak dijumpai di daerah pedesaan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian neonatal akibat penyakit tetanus yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100% terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari (Depkes RI, 1993).
2)      Determinan penyakit
a)      Host
Host penyakit tetanus adalah manusia dan hewan, khususnya hewan vertebrata, seperti kucing, anjing, dan kambing.
b)      Agent
Tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani. Clostridium tetani merupakan bakteri berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang, seperti kotoran kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, dan babi. Clostridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanospamin-lah yang dapat menyebabkan penyakit tetanus, sedangkan untuk tetanolisin belum diketahui dengan jelas fungsinya.
c)      Environment
Tetanus merupakan penyakit infeksi yang prevalensi dan angka kematiannya masih tinggi. Tetanus terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah tropis, daerah dengan cakupan imunisasi DPT (Diphtheria, Pertussis and Tetanus) yang rendah dan di daerah peternakan. Tetanus merupakan infeksi berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang. Karena itulah, daerah peternakan merupakan daerah yang rentan untuk terjadinya kasus tetanus.




PENYAKIT TBC
Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari bacillus berbentuk tuberkel) merupakan   penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis.
a.         Etiologi
Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya. Sel-selnya membelah setiap 16–20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid.
b.        Cara Penularan
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah, mereka sedang menyemprotkan titis-titis aerosol infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 µm. Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis. Tiap titis bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi). Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi sekitar 22%.
c.         Diagnosa
1)      Tuberkulosis Aktif
Sangat sulit mendiagnosis Tuberkulosis aktif hanya berdasarkan tanda-tanda dan gejala saja. Sulit juga mendiagnosis penyakit ini pada orang-orang dengan imunosupresi. Meski demikian, orang-orang yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka memiliki penyakit paru-paru atau gejala konstitusional yang berlangsung lebih dari dua minggu maka bisa jadi orang tersebut tertular TB. Gambar sinar X dada dan pembuatan beberapa kultur sputum untuk basil tahan asam biasanya menjadi salah satu bagian evaluasi awal. Uji pelepasan interferon-γ (IGRAs) dan tes kulit tuberkulin tidak optimal diterapkan di dunia berkembang. IGRA memiliki kelemahan yang serupa bila diterapkan pada penderita HIV. Diagnosis yang tepat untuk TB dilakukan ketika bakteri “M. tuberculosis” ditemukan dalam sampel klinis (misalnya, dahak, nanah, atau biopsi jaringan). Namun, proses kultur organisme yang lambat pertumbuhannya ini membutuhkan waktu dua hingga enam minggu untuk kultur darah dan dahak saja. Oleh karena itu, pengobatan seringkali dilakukan sebelum hasil kultur selesai. Tes amplifikasi asam nukleat dan uji adenosin deaminase dapat lebih cepat mendiagnosis TB. Meski demikian, tes ini tidak direkomendasikan secara rutin karena jarang sekali merubah cara pengobatan penderita. Tes darah untuk mendeteksi antibodi tidak begitu spesifik atau sensitif, sehingga tes ini juga tidak direkomendasikan.
2)      Tuberkulosis laten
Tes kulit tuberkulin Mantoux sering digunakan sebagai penapisan bagi seseorang dengan resiko TB tinggi. Orang yang pernah diimunisasi sebelumnya dapat memberikan hasil tes positif yang palsu. Hasil tes dapat memberikan negatif palsu pada orang yang menderita sarkoidosis, Limfoma Hodgkin, dan malnutrisi. Yang terpenting, hasil tes dapat negatif palsu pada orang yang menderita tuberkulosis aktif. Interferon gamma release assays (IGRAs) untuk sampel darah direkomendasikan pada orang dengan hasil tes Mantoux positif. IGRAs tidak dipengaruhi oleh imunisasi ataupun sebagian besar mikobakteri dari lingkungan, sehingga mereka memunculkan hasil tes positif palsu yang lebih sedikit. Bagaimanapun mereka dipengaruhi oleh “M. szulgai,” “M. marinum,” and “M. kansasii.” IGRAs dapat meningkatkan sensitivitas bila digunakan sebagai tes tambahan selain tes kulit. Tetapi IGRAs menjadi kurang sensitif dibandingkan tes kulit apabila digunakan sendirian.
d.        Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
1)      Primer
Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host, agent dan lingkungan. Contohnya:
a)      Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin dengan melakukan isolasi pada penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.
b)      Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan tuberkulosa seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah.
c)      Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi individu, pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.
d)     Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan penderita karena bisa menyebabkan penularan.
e)      Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberkulosa definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti imunisasi BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.
2)      Sekunder
Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya:
a)      Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau rifampizin.
b)      Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.
c)      Diagnosa dengan tes tuberculin
d)     Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
e)      Melakukan foto thorax
f)       Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa
3)      Tersier
Pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanent, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis dan sosialnya.
a)       Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis dan berjenjang.
b)      Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap pengobatan.
c)       Kadang-kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian paru-paru untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang belakang.
Upaya penanggulangan yaitu memberantas sumber penularan penyakit baik dengan mengobati penderita atau karier serta tingkatkan kewaspadaan dini untuk menemukan dan mengobati penderita TBC baru yang tertulari oleh penderita yang tidak jelas, lakukan penyelidikan intensif untuk menemukan dan mengobati sumber penularan.
e.         Gambaran Epidemiologi
1)        Distribusi Frekuensi
a)        Menurut Orang
Semua manusia di dunia ini dapat saja terinfeksi kuman TB, orang muda dan tua, laki dan perempuan, kaya dan miskin dapat saja menderita penyakit Tuberkulosis. Tetapi pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi. Namun orang yang terinfeksi kuman TB akan manifes/menjadi sakit atau tidak sakit tergantung dari daya tahan tubuh tersebut. Angka kematian dan kesakitan penyakit TB pada tahun 2009 1,7 juta orang meninggal karena TB dan sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif yaitu 15-55 tahun.
b)        Menurut Waktu dan Tempat
Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC. Morbiditas TBC lebih tinggi diantara penduduk miskin dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan pedesaan. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja, dimana saja dan kapan saja tanpa mengenal waktu, apabila kuman telah masuk kedalam tubuh maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya penyakit TBC.
2)      Determinan
a)      Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita,  paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, puncak sedang pada usia lanjut.  Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosio ekonomi. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
b)      Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.
c)      Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar  dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas pedesaan. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar